Coba Lihat

Posted by Unknown on Monday, April 11, 2011
























Description: Coba Lihat Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Coba Lihat
More aboutCoba Lihat

Berfikir

Posted by Unknown

Oleh : Miranda Risang Ayu


"Tahukah Anda, mengapa hanya sedikit perusahaan yang dapat menerangkan dengan jelas etika perusahaannya, seperti: profesionalitas, independensi, transparansi, kejujuran, dan loyalitas, serta mengoperasikan perusahaannya menurut etika tersebut?"

Tanya doktor filsafat berambut pirang itu dengan serius. Para peserta forum pelatihan singkat hak asasi manusia (HAM) itu tercekat. Suasana musim gugur khas Australia di luar jendela membuat suasana semakin pucat.

Simon Longstaff, sang filsuf itu, lalu menjawab sendiri, "Karena kebanyakan pemimpin dan karyawan perusahaan bekerja hanya untuk bekerja, tetapi tidak berpikir." Dan wajah para peserta pun terlongong. Tidak berpikir? Bukankah ketika seorang manusia baru bangun tidur pun, ia sudah segera mulai memikirkan, terlambat shalatkah ia atau akan sarapan apa ia pagi itu?

"Anda mengerti maksud saya?" tanyanya kurang yakin. Ia lalu memberi isyarat kepada saya, yang kebetulan ditugaskan mendampinginya, untuk menerjemahkan paparannya, "Tidak berpikir artinya tidak pernah bertanya, di mana dirinya, mengapa ia ada di posisi itu, ke mana ia akan membawa dan dibawa oleh posisi itu, dan sudah tepatkah dia bertindak selama itu. Tidak berpikir, artinya tidak pernah bersikap kritis."

Usai kelas, saya jadi teringat pada suatu peristiwa yang baru saja terjadi, di salah satu perguruan tinggi di Australia juga. Ketika itu, seorang mahasiswa pascasarjana yang baru mengusaikan kuliahnya terkejut menerima surat invitasi wisudanya, karena dalam wisuda itu ternyata ia dinyatakan akan memperoleh penghargaan tertinggi.

Risetnya memang bagus dan ia menyelesaikan studinya dalam jangka waktu yang lebih cepat dari normal. Tetapi kemudian, ia menyadari bahwa sesungguhnya tidak semua nilainya A. Padahal, syarat penghargaan tertinggi itu semua nilai harus A.

Ia ingin mengonfirmasi penghargaan yang akan diterimanya itu, tetapi hampir tak ada yang mendukungnya. Mengapa keberuntungan harus dipertanyakan lagi, sehingga membuka kemungkinan penghargaan, yang tentu menjadi impian semua mahasiswa itu, terbang kembali dari tangannya?

Tetapi, ia begitu gelisah, hingga diangkatnya juga gagang telepon, "Saya akan sangat bergembira menerima penghargaan itu. Tetapi, mohon diperiksa lagi, layakkah saya?" Dan jawabannya memang adalah kebenaran yang melukai, "Kami sungguh mohon maaf telah menempatkanmu pada peringkat pertama."

Saya tahu ia begitu limbung setelah itu. Hampir saja ia mendapatkan penghargaan tertinggi itu, tanpa seorang pun perlu tahu apakah itu keberuntungan atau keteledoran.

Puluhan orang lain di tanah airnya, Indonesia, bahkan rela membayar beberapa juta hanya untuk mendapatkan gelar master atau doktor tanpa harus bermalam di perpustakaan dan menangis kecapaian selama berbulan-bulan seperti dirinya.

Dan dia, apa yang dicarinya dengan melepaskan sebuah gelar impiannya hanya bagi sebuah nilai, yang mungkin, hanya kesunyian yang tahu?

Dengan mata basah, ia berjalan menembus malam, sendirian. Konon, hati nurani memang bukan untuk didefinisikan, tetapi untuk diikuti. Tetapi, hanya kesunyian yang memahami.

"Hati nurani itu apa? Saya tidak tahu artinya. Yang saya pahami kini hanya, bahwa hati nurani selalu tidak mengizinkan seseorang untuk terlalu gembira. Tetapi juga, adalah hati nurani yang selalu menjadi harga terakhir, ketika ia tengah tersungkur pada titik terbawah kelemahan dirinya."

Ketika itu, tampaknya ia memang sedang berpikir. Berpikir seperti itu, yang adalah mendayagunakan seluruh kekuatan akalnya, ternyata memang tidak sederhana. Description: Berfikir Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Berfikir
More aboutBerfikir

Kejujuran

Posted by Unknown


Oleh : Sari Narulita


Selama sebulan lamanya, pada Ramadhan lalu, kaum Muslim dididik untuk bisa konsisten dengan kejujurannya. Konsisten untuk bisa mengendalikan segala hal yang dapat membatalkan puasa. Konsisten untuk tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditentukan. Dengan kekonsistenan untuk dapat selalu jujur inilah maka keimanannya pun semakin bertambah.

Sesungguhnya keimanan dan kejujuran selalu berjalan beriringan. Keimanan tidak akan dapat bersatu dengan dusta. Rasulullah SAW pernah ditanya, ''Apakah mungkin seorang mukmin itu pengecut?'' Lalu dijawab, ''Mungkin.'' Lalu ditanyakan lagi, ''Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?'' Lalu dikatakan, ''Mungkin.'' Lalu ditanyakan lagi, ''Apakah seorang mukmin itu berdusta?'' Lalu dijawab, ''Tidak mungkin.'' (HR Imam Malik).


Allah berfirman, ''Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang jujur itu karena kejujurannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya.'' (QS Al-Ahzab: 24). Dari ayat ini, sesungguhnya Allah mengajarkan kita bahwasanya siapa pun yang menghabiskan umurnya untuk berbohong, maka pada akhirnya ia hanya akan menjadi orang yang munafik. Sesungguhnya keimanan dilandasi dengan kejujuran. Sedangkan kemunafikan dilandasi dengan kebohongan.

Dengan demikian, tidak mungkin keimanan dan kebohongan bercampur dan berasimilasi dalam satu hati yang sama. Rasulullah bersabda, ''Sesungguhnya kejujuran akan mendatangkan ketenangan; sedangkan kebohongan akan mendatangkan keraguan.'' (HR Tirmidzi). Kita pun mungkin tak asing mendengar kata-kata bijak, ''Katakanlah suatu kebenaran walaupun menyakitkan.''

Terkadang seseorang berbohong karena suatu kepentingan. Namun, disadari atau tidak, pada saat ia melakukan suatu kebohongan, maka kecemasan akan datang menghantuinya. Cemas apabila kebohongannya terbongkar. Cemas apabila orang akan mencelanya sebagai seorang pembohong dan beragam kecemasan lainnya. Rasululah SAW bersabda, ''Sesungguhnya kejujuran menuntun kepada kebaikan. Kebaikan menuntun kepada jalan menuju surga. Apabila seseorang berlaku jujur dan konsisten dengannya, maka Allah akan mencatatnya sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya kebohongan menuntun kepada keburukan dan keburukan menuntun kepada jalan menuju api neraka. Apabila seseorang berbohong, maka Allah akan mencatatnya sebagai pembohong.'' (HR Bukhari).

Sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil. Seseorang yang awalnya terpaksa berbohong, namun bila ia melakukannya terus-menerus, maka hal itu akan melekat pada dirinya dan menjadi tabiat hidupnya. Inilah yang harus diwaspadai. Sesungguhnya kebohongan hanya membawa pelakunya kepada banyak permasalahan. Umar ibn Abdul Aziz berkata, ''Demi Allah, tak sekalipun aku pernah berbohong lagi sejak kutahu bahwasanya kebohongan hanya membawa masalah bagi pelakunya!''
Description: Kejujuran Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Kejujuran
More aboutKejujuran